Jumat, 14 Mei 2010

Tugas IBD Tentang Cara Pandang dan Pembelaan Hukum Untuk SD

Komjen Pol SD. (lahir di Pagar Alam, Sumatera Selatan, 1 Juli 1954; umur 55 tahun) adalah mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim Polri) yang menjabat sejak 24 Oktober 2008[1] hingga 24 November 2009[2]. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kapolda Jawa Barat.

SD merupakan lulusan Akabri Kepolisian dan mengenyam berbagai pendidikan antara lain PTIK, S-1 Hukum, S-2 Manajemen, dan Sespati Polri. Ia juga mendapat kursus dan pelatihan di antaranya Senior Investigator of Crime Course (1988), Hostage Negotiation Course (Antiteror) di Universitas Louisiana AS (2000), Studi Perbandingan Sistem Kriminal di Kuala Lumpur Malaysia (2001), Studi Perbandingan Sistem Polisi di Seoul, Korea Selatan (2003), serta Training Anti Money Laundering Counterpart di Washington, DC, AS [3].

Keluarga

SD adalah anak kedua dari delapan bersaudara. Ayahnya bernama Duadji dan ibunya bernama Siti Amah. Ia adalah suami dari Herawati dan bapak dari dua orang putri.

Karier

Lulus dari Akademi Kepolisian 1977, SD yang menghabiskan sebagian kariernya sebagai perwira polisi lalu lintas, sudah juga mengunjungi 90 negara untuk belajar menguak kasus korupsi. Kariernya mulai meroket ketika dia dipercaya menjadi Wakapolres Yogyakarta dan berturut-turut setelah itu Kapolres di Maluku Utara, Madiun, dan Malang. SD mulai ditarik ke Jakarta, ketika ditugaskan menjadi kepala pelaksana hukum di Mabes Polri dan mewakili institusinya membentuk KPK pada tahun 2003. tahun 2004 dia ditugaskan di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ). Sekitar tiga tahun di PPATK, SD kemudian dilantik sebagai Kapolda Jabar dan sejak 24 Oktober 2008, dia menjadi Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri menggantikan Bambang Hendarso Danuri[4].

SD sempat menyatakan mundur dari jabatannya pada tanggal 5 November 2009, akan tetapi pada 9 November 2009 ia aktif kembali sebagai Kabareskrim Polri.[5] Namun demikian, pada 24 November 2009 Kapolri secara resmi mengumumkan pemberhentiannya dari jabatan tersebut.[2]

Kode sebutan (call sign) Susno sebagai "Truno 3" atau orang nomor tiga paling berpengaruh di Polri setelah Kapolri dan Wakapolri, menjadi populer di masyarakat umum setelah sering disebut-sebut terutama dalam pembahasan kasus kriminalisasi KPK. Meskipun demikian, kode resmi untuk Kabareskrim sesungguhnya adalah "Tribrata 5", sedangkan Truno 3 adalah kode untuk Direktur III Tipikor (Tindak Pidana Korupsi).

Kontroversi

  1. Pernyataan SD yang berbunyi "Ibaratnya di sini buaya di situ cicak. Cicak kok melawan buaya" telah menimbulkan kontroversi hebat di Indonesia. Akibat dari pernyataan ini muncul istilah "cicak melawan buaya" yang sangat populer. Istilah ini juga memicu gelombang protes dari berbagai pihak dan membuat banyak pihak yang merasa anti terhadap korupsi menamakan diri mereka sebagai Cicak dan sedang melawan para "Buaya" yang diibaratkan sebagai Kepolisian.
  2. Kode "Truno 3" disebut dalam percakapan yang disadap oleh KPK sehubungan dengan kasus bank Century.
  3. Pernyataan SD yang berbunyi ”Jangan Pernah Setori Saya” juga sangat terkenal saat beliau menjabat sebagai kapolda Jabar.
  4. SD mengungkapkan adanya seorang pegawai pajak yang mempunyai rekening tidak wajar. Pegawai pajak yang dimaksud adalah Gayus Tambunan dan akibat dari terbongkarnya kasus ini, beberapa jenderal polisi , pejabat kejaksaan, kehakiman dan aparat dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia kehilangan jabatanya dan diperiksa atas dugaan bersekongkol untuk merugikan negara.
  5. SD menyebutkan seorang mafia kasus ditubuh POLRI yang bernama mr.X , dikemudian hari diduga Mr.X itu adalah seorang mantan Diplomat dan anggota BIN bernama Sjahril Djohan.

Menurut cara pandang SD adalah peniup pluit kasus makelar di POLRI, tapi dia ditangkap karena dianggap mencemarkan nama baik POLRI dan SD tidak bersedia untuk menandatangani BAP karena dia setia pada konstituennya.

Pembelaan Hukum untuk SD : Menurut saya SD juga mempunyai salah, karena secara administratif ada prosedur pembongkaran kasus makelar. Di waktu SD menjabat sebagai KABARESKRIM seharusnya SD membongkar semua praktek mafia hukum. Tapi SD juga mempunyai sisi yang benar, karena dia berani untuk mengungkap kasus mafia pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar